Mengkaji risiko negosiasi L/C di bank

Sabtu, 19 Juli 2008

M. Syahran W. Lubis

Bisnis Indonesia, 5 Nopember 2003: Bank sebagai lembaga pembiayaan transaksi ekspor impor umumnya menggunakan fasilitas letter of credit yang beragam jenisnya dan mengandung risiko yang berbeda antara satu dan lainnya, meski secara prinsip menganut Uniform Customs and Practice for Documentary Credit dengan edisi terbaru UCP 500.
Risiko dalam transaksi L/C timbul bila negosiasi tidak mematuhi norma dan ketentuan internasional itu.

Umumnya risiko disebabkan adanya penyimpangan, sehingga berdampak bagi opening bank tidak dapat menerima pembayaran atau kelambatan bayar dari mitra bisnisnya di luar negeri.

Dengan siapa bank bertransaksi dapat dijadikan faktor utama mengukur besar kecilnya risiko. Perbedaan manajemen, tata hubungan individu, dan kebijakan treasury memiliki pengaruh signifikan terhadap negosiasi L/C.

Karena itu, sebagai pedoman penting bagi bank adalah dengan siapa transaksi dapat dilakukan, berapa besar nilai transaksi dengan setiap mitra dapat dilakukan, dan jenis L/C apa yang sesuai dengan mitra bisnis tertentu.

Mencuatnya kasus L/C BNI yang memiliki potential loss setara Rp1,2 triliun menarik perhatian publik, mengingat reputasi bank BUMN ini cukup bonafid.

Menurut data Kepolisian, kasus itu diduga melibatkan sedikitnya tujuh perusahaan swasta yang bergerak di bidang a.l. ekspor pasir ke negara di Afrika.

Terlepas dari benar tidaknya indikasi transaksi itu fiktif, pengusaha tersebut tampaknya memecah transaksi L/C menjadi beberapa bagian sehingga totalnya Rp1,7 triliun, di antaranya transaksi Rp 500 miliar dikabarkan dapat dibayar oleh mitranya di luar negeri.

Jenis negosiasi L/C

Dalam kegiatan transaksi L/C dikenal adanya empat jenis model yaitu Revocable & Irrevocable L/C, Confirmed & Unconfirmed L/C, Restricted & Unrestricted L/C, serta Back to Back.

Revocable L/C adalah dokumen letter of credit yang sewaktu-waktu dapat diubah atau ditarik kembali oleh opening bank tanpa diperlukan persetujuan dari beneficiary, sesuai dengan persyaratan UCP 400 yang berbunyi "A revocable credit may be amended or cancelled by the issuing bank at any moment and without prior notice to the beneficiary."

Tetapi opening bank tetap berkewajiban membayar wesel yang ditarik berdasarkan L/C tersebut kepada negotiating bank sepanjang negosiasi dilakukan sebelum diterimanya perubahan atau pembatalan L/C dimaksud oleh negotiating bank.

Sebaliknya Irrevocable L/C adalah letter of credit yang tidak dapat diubah atau dibatalkan selama waktu berlakunya L/C tersebut tanpa persetujuan dari semua pihak yang terkait dalam L/C itu.

Negosiasi letter of credit disebut confirmed L/C jika terdapat bank lain selain issuing bank yang ikut memberi jaminan pembayaran atas L/C tersebut, biasanya yang diminta dan dikuasakan oleh issuing bank untuk menambah konfirmasi pada suatu L/C yang diterbitkannya adalah advising bank.

Sebaliknya jika L/C yang diterbitkan tidak dijamin oleh bank lain selain issuing bank, maka L/C tersebut dinyatakan sebagai unconfirmed L/C.

Kemudian, letter of credit yang membatasi bank yang dapat melakukan pembayaran, akseptasi, atau negosiasi atas wesel yang ditarik berdasarkan L/C disebut sebagai restricted L/C. Sebaliknya jika tidak ada pembatasan bank yang dapat melakukan pembayaran, akseptasi atau negosiasi yang ditarik disebut unconfirmed L/C.

Sedangkan Back to Back merupakan suatu letter of credit yang diterbitkan oleh bank pembuka L/C berdasarkan master L/C dari bank lain.

Keempat jenis L/C tersebut mempunyai risiko yang berbeda antara satu dan lainnya. Namun yang penting petugas bagian devisa harus melakukan pemeriksaan standar dalam rangka negosiasi L/C secara umum mencakup kelengkapan dokumen, kecocokan dokumen dengan L/C, dan kesesuaian antara dokumen yang satu dan lainnya.

Patut disadari bahwa definisi negosiasi bila dikaji lebih lanjut bahwa bukan merupakan bagi bank untuk melakukan negosiasi dalam kondisi dokumen tidak memenuhi syarat L/C.

Salah satu pasal UCP 500 menyebutkan "Negosiasi L/C adalah suatu proses tawar-menawar dalam pembelian wesel dan dokumen oleh bank yang atas kemauannya sendiri, untuk merealisasikan L/C, yang kemudian diajukan kepada issuing bank untuk mendapatkan pembayaran".

Dari definisi tersebut tersirat bahwa bank berhak menolak bila ada masalah yang menyangkut dokumen. Pihak bank seharusnya berorientasi pada dokumen, bukan pada barang atau hal lain yang berkaitan dengan transaksi sebelum dibukanya L/C misalnya kontrak penjualan, purchase order dan lain-lain.

Dalam upaya menyelesaikan kasus L/C, manajemen BNI dapat memaksimalkan kerja dengan budaya cepat tanggap dan fokus pada inti masalahnya.

Persoalan negosiasi L/C perlu ditelusuri secara rinci. Seyogianya bagian internal audit BNI telah menguasai tekniknya.

Khusus untuk indikasi kriminalnya, BNI bekerjasama dengan Kepolisian, Bank Indonesia dan Bapepam telah melakukan koordinasi yang bersifat early warning system untuk meminimalisasi kerugian lebih besar.

Tak kalah pentingnya adalah melakukan konsolidasi internal misalnya membentuk divisi khusus untuk menangani problem solving kasus L/C semacam crisis center sehingga semua informasi hanya dapat keluar dari pejabat yang berwenang untuk kasus tersebut.

Pengamat hukum perbankan Pradjoto mengatakan manajemen BNI harus fokus bagaimana recovery dana L/C harus dapat diselamatkan dan bekerja sama dengan penyidik untuk menyelidiki aspek kriminalisasinya.

"Kami minta penegak hukum harus tegas jangan sampai hanya pegawai bank saja yang dipenjara, sementara pelakunya bergentayangan di mana-mana," ujarnya dalam diskusi di sebuah stasiun televisi swasta Senin malam lalu.

Adalah benar apa yang dikatakan Sekretaris Menneg BUMN Bacelius Ruru, bahwa terlalu cepat mengaitkan pergantian direksi BNI dengan kasus L/C tersebut.

Dalam kasus begini, harus ada laporan dari direksi ke pemegang saham. Kapan pun RUPS itu diadakan, tentu harus ada laporan karena kasus itu bersifat material. Apalagi kasus ini sudah terbuka dan menjadi pengusutan Kepolisian.

M. Syahran W. Lubis
Wartawan Bisnis Indonesia


http://www.ppatk.go.id/content.php?s_sid=76

0 komentar:

Posting Komentar