KASUS TEXMACO, KITA HARUS BERKEPALA DINGIN.

Kamis, 17 Juli 2008

Dalam kasus Texmaco , Gus Dur menyatakan agar kita selalu memakai prinsip Win- Win Solution yang berarti harus memikirkan apa yang baik bagi semua pihak. Omongan ini sangat jelas bahwa penyelesaian kasus Texmaco jangan sampai terjadi seperti kasus-kasus penyelesaian gaya REDISTRIBUSI ASET.
Dalam kebijakan kabinet Habibie yang lalu, cara berpikir yang dilakukan ialah PENGALIHAN ASET dari perusahaan-perusahaan yang DIRONTOKKAN ke BPPN dan selanjutnya diusulkan perusahaan-perusahaan ANAK EMAS PEMERINTAH.

Inilah sebenarnya akibat paling buruk : dihancurkannya perusahaan-perusahaan besar, kebijakan BUMI HANGUS. Jelas sekali kasus yang diselesaikan dengan YOU LOSE, I WIN : kamu dihancurkan dan kita dimenangkan, Akibatnya sangat parah terutama secara MORAL sangat jelek sekali.

Itulah sebabnya apa yang namanya EKONOMI KERAKYATAN ibarat nasi basi dan menghancur lumatkan ekonomi bangsa dan sangat jelas yang namanya EKONOMI KERAKYATAN cuma memperalat nama rakyat dan pada kenyataannya SANGAT menghancurkan ekonomi bangsa, Justru kabinet Gus Dur saat ini melakukan pembenahan KEHANCURAN yang dibuat oleh orang-orang Habibie.

Itikad memberdayakan ekonomi kecil dan menengah HARUS tetap dilakukan meskipun tidak perlu lagi memakai-makai nama kerakyatan, tetapi KERJA NYATA untuk memakmurkan rakyat.

Ada banyak komentar di surat kabar maupun di media indopubs yang sebagian membela Texmaco dan menyalahkan Laksamana Sukardi sebagai menteri yang mengurus investasi dan BUMN serta menko ekuin Kwik dan sebagian lagi sedikit dipengaruhi sentimen anti kecurangan dan kebudayaan KKN. Tak kurang dari konsultan Texmaco yang juga pakar ekonomi yang berpihak kepada perusahaan yang dibelanya.

Faisal Basri, Sekjen PAN mengatakan bahwa posisi PAKAR EKONOMI hendaknya netral dan tidak berpihak. Sebaiknya kita berkepala dingin dalam menghadapi kasus tersebut dan tetap mengacu kepada ungkapan Gus Dur agar dilakukan penyelesaian Win – Win , tidak boleh ada pihak yang dirugikan.

Beberapa kemungkinan kekeliruan kebijakan ialah terlalu banyaknya kredit yang diturunkan dalam mendongkrak kemampuan Texmaco dibidang ekspornya. Kalau Texmaco mengatakan bahwa memiliki kemampuan MANUFACTURING yang tinggi, ini kejanggalan : Texmaco belum memiliki TEKNOLOGI yang tepat dan belum memiliki ENGINEERING yang layak untuk investasi sebesar itu.

Bayangkan berapa sarjana teknologi yang dimiliki oleh Texmaco dan berapa pakar teknologi yang sudah berpengalaman ? Untuk memiliki kemampuan teknologi apalagi kemampuan REKAYASA teknologi bukan barang yang gampang, diperlukan waktu bertahun-tahun, tenaga pakar, kemampuan DANA yang sangat besar dan memajukan kemampuan macam begini merupakan hal yang bukan main-main, apalagi kalau perusahaan dalam mengolah dananya sangat sarat dengan permainan politik.

Dibidang tekstil dan mesin tekstil Texmaco memang memiliki historis dan keunggulan, tetapi dibidang otomotip Texmaco bukan apa-apa. Jelas disini ulah Texmaco cuma NGIBUL dan untuk kendaraan bermotor seperti truk , traktor Texmaco belum ada apa-apanya. Kalau ada yang bilang sudah manufaktur semua komponen truk, ini pengibulan atau pembodohan yang sudah kelewatan, tidak mungkin. Ia belum memiliki TRACK RECORD dan HISTORY dalam bidang tersebut.

Akhirnya Texmaco cuma berada dalam IMPIAN yang memboroskan keuangan negara, apalagi kalau yang diambil ialah CADANGAN DEVISA, ini jelas sangat keliru.

Justru pengungkapan skandal Texmaco sangat penting mengingat kaitan dengan banyaknya DANA yang digunakan untuk SOGOK MENYOGOK, pembelian perumahan untuk pejabat sebagai hadiah, aktivitas direksi Texmaco sebagai bendahara GOLKAR yang tentu saja ada INDIKASI penyaluran dana untuk PARTAI, ini bukan rahasia lagi. Dan kaitan dengan nama mantan PRESIDEN SUHARTO, perlu diselidiki apakah memang murni kemauan Suharto untuk memajukan teknologi atau penuh sarat dengan PERSAHAMAN GELAP, artinya ada saham keluarga Cendana yang ditutupi .

Atau mungkin juga sekedar KOMISI yang dipungut , berapa besar kekayaan Cendana yang memakai Texmaco sebagai alat pencetak uangnya Cendana seperti juga industri konglomerat lainnya. Prayogo Pangestu dengan Kelompok Barito Pacific , Bob Hasan dengan kelompok Nusamba, sebenarnya merupakan tangan-tangan Suharto dan berarti kelompok tersebut sebetulnya
merupakan kelompok BISNIS Suharto juga.

Kelompok Texmaco sangat erat dengan KEKELIRUAN yang dilakukan oleh Gubernur Bank Indonesia, kekeliruan menteri-menteri yang bersangkut paut dengan jalannya kebijakan dalam mendongkrak penggelembungan aset Texmaco. Justru disini hendaknya di- CLEAR -kan berbagai masalah yang bersangkut paut dengan KKN.

Jelas ada KKN dan jelas ada MOLOS-nya DANA untuk berbagai kegiatan mendukung PARTAI, ada DANA untuk SOGOKAN. Tetapi harus diperiksa dengan semboyan Win-Win Solution, apakah sogok menyogok, penggelontoran dana perusahaan untuk Partai atau pejabat merupakan jumlah yang SIGNIFICANT atau TIDAK, karena semua perusahaan besar pastilah melakukan PEMINDAHAN DANA untuk sogok dan lain-lainnya. Kalau Kelompok BAKRI memang ada gejala AMBURADUL dan penggunaan DANA perusahaan untuk AMBISI yang tidak kepalang,

Aburizal Bakri sudah memasuki DUNIA POLITIK, bukan sekedar berbisnis. Ini yang akan mencelakakan dan merupakan pemborosan besar sekali, hal ini yang perlu diperhatikan dalam penyelesaian kasus Texmaco. Jangan sampai perusahaan di-obok obok sehingga hancur hancuran macam Bank Bali atau dimasa lalu kelompok Summa yang menghancurkan keluarga William Soeryajaya. Jangan sampai terjadi lagi !

Kita juga jangan terlalu berburuk sangka kepada menteri-menteri yang bersangkut paut dengan pengungkapan kasus Texmaco karena memang Texmaco menggunakan dana sangat besar dari beberapa Bank negara, terutama BNI yang mungkin saja berakibat BANGKRUTNYA BNI, kalau sekedar hancur, sudah lama BNI hancur lebur dijarah banyak orang.

Jadi ada kepentingan untuk menghitung dana rekapitulasi bank-bank BUMN yang barangkali BOBROK-nya melebihi bank-bank swasta, karena memang penjarahannya lebih gila lagi dan jumlah penjarahnya juga sangat besar. Jadi kasus Texmaco bukan sekedar kasus Texmaco saja, tetapi sudah menjadi kasus BNI-Texmaco dan disini diperlukan sikap arif kabinet Gus Dur dalam itikad membongkar serta menuntaskan masalah ini.

Sikap Jaksa Agung Marzuki Darusman juga sangat jelas bahwa ia berusaha sebaik-baiknya dan ia berjanji kalau sampai terbukti bahwa Sinivasan tidak bersalah, bisa dilakukan rehabilitasi nama baiknya, karena status Sinivasan dan kawan-kawan baru sebagai tersangka bukan terdakwa.

Kita juga harus adil dalam menilai masalah tersebut dan berkepala dingin : perkara baru diselidiki dan belum diajukan kepengadilan . Apapun juga haruslah ada Solusi Win –Win untuk kebaikan semua pihak, terutama negara, bangsa dan moral.


http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1999/12/13/0007.html

0 komentar:

Posting Komentar