UANG HARAM HASIL PEMBOBOLAN BNI DIBELIKAN SAHAM KAPAL PESIAR QUEEN MARY

Minggu, 06 Juli 2008

Dana haram sebesar Rp 1,7 triliun hasil membobol BNI memang jumlah yang luar biasa. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memaparkan ada lebih dari 140 rekening yang diduga terlibat dalam kasus pembobolan BNI baik di bank lokal maupun luar negeri.



Hal demikian terungkap dalam rapat kerja antara Komisi III DPR dengan PPATK, pada Senin (6/12). Dalam rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III M. Akil Mochtar itu, anggota Dewan dari Fraksi PPP Maiyasyak Johan menanyakan perihal aliran dana rekening Adrian Woworuntu, salah satu tersangka pembobol BNI.



Menjawab hal itu, Kepala PPATK Yunus Hussein mengatakan bahwa hasil analisis PPATK yang telah diserahkan ke Kepolisian dan Kejaksaan Agung tidak hanya kasus Adrian, namun kasus BNI secara menyeluruh. Dijelaskan olehnya bahwa sebagian besar dana hasil pembobolan BNI dilarikan ke bank di luar negeri.



Menurut Yunus, ada dua negara yang oleh para tersangka dijadikan tempat untuk melarikan uang haramnya, yaitu Singapura dan Amerika Serikat (AS). Meski begitu, sebagian uang haram tersebut juga disimpan para tersangka di beberapa bank di dalam negeri. Yunus menyebutkan bahwa ada 12 bank lokal yang terkait kasus BNI,



Kemudian, dari penelusuran PPATK ke pihak otoritas keuangan di AS diketahui pula bahwa uang haram para pembobol BNI yang dilarikan ke AS jumlahnya mencapai AS$ 12 juta. PPATK kemudian meminta informasi dari FINCEN, Financial Crime Enforcement Network, mengenai ke mana uang sebesar itu ditempatkan.



Jawaban yang diberikan oleh lembaga anti pencucian uang AS tersebut cukup mengejutkan pihak PPATK. Pasalnya, ternyata uang AS$ 12 juta tersebut telah berubah menjadi saham kepemilikan atas sebuah perusahaan pengelola kapal pesiar terkenal di AS, Queen Mary.



Kita tanya uangnya yang 12 juta itu dikemanain di sana. Salah satu jawabannya adalah uang itu dipakai membeli saham kapal pesiar Queen Mary. Mungkin pernah dengar tentang kapal pesiar ini. Hanya itu yang kami peroleh,” kata Yunus di hadapan para anggota Dewan.



Tentang kemungkinan menarik uang hasil tindak pidana yang ada di luar negeri, Yunus mengatakan bahwa hal itu hanya bisa dilakukan jika Indonesia memiliki kerjasama dalam bentuk mutual legal assistance dengan negara bersangkutan. Hanya saja, hingga saat ini Indonesia belum mengadakan perjanjian bantuan hukum bertimbal-balik dengan Singapura. Menurut Yunus, sudah dua kali PPATK mengajukan tawaran kerjasama itu, namun tidak pernah direspon oleh pemerintah negeri singa itu.



0 komentar:

Posting Komentar