Pemulihan Kinerja BNI Dipertanyakan

Minggu, 06 Juli 2008

Selasa, 14 Desember 2004 | 03:06 WIB



TEMPO Interaktif, Jakarta:Mantan Kepala Pelayanan Nasabah Luar Negeri BNI Cabang Kebayoran Baru Edi Santoso mempertanyakan kinerja bank pemerintah itu dalam mengembalikan dana negara yang bobol.



“Sepertinya masalah BNI tidak diselesaikan secara profesional, buktinya dalam sidang sebelumnya recovery nol,” kata Edi dalam sidang perkara Adrian Wawuruntu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/12).



Edi yang menjadi saksi pada kasus Adrian ini mengaku tidak puas dengan apa yang dilakukan pihak direksi BNI terhadap kasus pendiskontoan 41 LC yang bermasalah. Dia dan tim sembilan yang dibentuk belum bekerja ketika akhirnya pihak direksi melaporkan kasus ini kepada polisi. “BNI mau mengejar recovery uang yang telah keluar atau mau memenjarakan orang?” tanya Edi dengan nada kecewa.



Dalam kasus tidak terbayarnya (unpaid) 38 dari 41 LC yang didiskonto Gramarindo Grup, menurut Edi, BNI tim penyelamatan (tim sembilan). Tim lantas meminta Edi untuk menunjuk orang yang dapat bertanggungjawab penuh atas masalah tersebut.



Kepada tim Edi menyebut nama Maria Paulina dan Adrian Wawuruntu sebagai key person. Maria dianggap bertanggungjawab penuh karena dia yang memiliki seluruh perusahaan yang mendiskonto LC. Sedangkan Adrian diikutsertakan karena berdasarkan pengetahuan Edi, Adrian turut membantu mengelola perusahaan Maria dan sebagai konsultan investasinya.



Sebagai key person, Maria dan Adrian diminta kesediaannya untuk membuat akta pengakuan utang (APU). Keduanya setuju, dan penandatanganan APU dilakukan atas sepengetahuan direksi BNI. Berhubung Maria berkewarganegaraan Belanda, maka atas permintaan pihak BNI, Adrian membuat personal guaranty (jaminan pribadi) atas semua hutang Gramarindo Grup.



Edi secara pribadi sangat menyayangkan masalah bobolnya uang negara ini dibawa ke polisi sebelum jatuh tempo. Ia yakin bahwa Maria dan Gramarindo grupnya sebenarnya berusaha untuk menyelesaikan masalah LC unpaid ini.



Menurut Edi lagi, Maria sempat pergi ke luar negeri untuk mencari solusi penyelesaian pembayaran. Apalagi aset Gramarindo yang menjadi jaminan sangat besar. Aset-aset tersebut di antaranya adalah pabrik marmer, perkebunan, dan bisnis jalan tol.



Nilai aset perusahaan Gramarindo, kata Edi, mencapai Rp 847 miliar, belum bila ditambah aset pribadi Maria. “Andai saja nasabah diberi kesempatan untuk menyelesaikan masalah, bukan hanya LC terbayar tetapi mereka menjadi nasabah primadona,” ujar Edi.



Edi menambahkan, bahwa dirinya memang sangat berkepentingan terhadap recovery dana BNI. Alasannya, pidana seumur hidup atas dirinya saat ini karena adanya kerugian negara. Tetapi dengan belum terjadinya pemulihan kinerja dan BNI masih menderita kerugian, “Kemana saja aset-aset itu, jangan-jangan menguap di tengah jalan?” katanya curiga.



Sidang yang dipimpin hakim Roki Panjaitan ini berakhir malam sekitar pukul 19.15 WIB. Sidang dilanjutkan Kamis depan. Tim jaksa yang diketuai Syaiful Tahir akan menghadirkan empat orang saksi. Mereka adalah Alimin Hamdi, Imanuel Wiryono, Koeshadiyono, dan Yoke Yola Sigar.



Khairunnisa-Tempo News Room

http://www.tempo.co.id/hg/nasional/2004/12/14/brk,20041214-03,id.html

0 komentar:

Posting Komentar