Dirut BNI Bisa Jadi Tersangka

Minggu, 06 Juli 2008

Jakarta, Sinar Harapan



Direktur Utama Bank BNI, Saefuddin Hasan bisa ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembobolan Bank BNI bila proses penyidikan lebih lanjut menunjukkan indikasi ke arah sana. Sampai saat ini ia masih diperiksa sebagai saksi.



Demikian dikatakan Direktur Reserse dan Kriminal Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri) Komjen Erwin Mappaseng, Jumat pagi. ”Siapa pun nanti bisa menjadi tersangka, termasuk Dirut BNI. Tapi sampai sekarang ini Dirut BNI statusnya masih sebagai saksi,” kata Erwin Mapasseng kepada wartawan usai menghadiri Penutupan Pendidikan Taruna Akpol Tahun 2003 di Akademi Kepolisian Semarang.



Erwin mengatakan pemanggilan Dirut BNI sebagai saksi kemarin untuk memperjelas kasus pembobolan dana tersebut sehingga kepolisian bisa secara komprehensif melihat kasus ini, di samping agar dapat menyelesaikan kasus ini secara tuntas.



Saat didesak kapan kemungkinan Dirut BNI ditetapkan sebagai tersangka, Erwin mengatakan semua kemungkinan itu bisa saja terjadi, kita lihat proses penyidikannya saja.



Sementara itu Direktur Pengawasan Bank II Aris Anwari, yang dihubungi SH, Jumat pagi mengatakan, seorang Dirut, secara kebijakan pasti mengetahui proses pencairan L/C. Namun, menurut dia, untuk mengetahui day to day operasional pencairan LC, tentu saja menjadi urusan dari masing masing pimpinan cabang atau pimpinan wilayahnya.



”Dirut pasti tahu kebijakan mengenai L/C, tapi dia memang tidak menangani secara langsung,” kata Aris. Dia menjelaskan, di bawah direktur utama, masih ada direktur, kepala divisi, pimpinan wilayah, dan pimpinan cabang.



Aris menambahkan, direktur utama, hanya akan turun tangan jika pada di tingkat direktur ke bawah tidak mampu untuk mengambil keputusan. ”Yang perlu ditarik kesimpulan adalah bagimana dan di mana terjadinya penyelewengan prosedur yang sudah ada, di mana penyimpangan kebijakan baku yang sudah ada itu,” katanya.



Klarifikasi

Sementara itu kuasa hukum Wiranto, Yan Djuanda, Kamis (11/12) mengungkapkan, tersangka Eddy Santoso telah melakukan klarifikasi menyangkut keterkaitan Wiranto dalam kasus pembobolan BNI. Sebelumnya, nama Wiranto dikaitkan dengan kasus BNI melalui tulisan Eddy Santoso. Klarifikasi keterkaitan Wiranto dalam kasus ini juga dilakukan Eddy melalui surat.



Yan Djuanda menepis adanya tekanan pada Eddy untuk melakukan klarifikasi. Ia mengatakan, meski belum mencabut gugatan terhadap Eddy dan kuasa hukumnya Herman Kadir, Wiranto dikatakan Yan telah memaafkan Eddy dan menilai tindakan yang dilakukan tersangka itu sebagai kekhilafan.

”Kita sama sekali tidak memberikan tekanan pada Eddy Santoso maupun kuasa hukumnya. Saya sudah berbicara dengan Pak Wiranto, dan beliau meminta untuk dilakukan pencabutan (gugatan terhadap Herman Kadir dan Eddy Santoso),” papar Yan kepada wartawan.



Klarifikasi itu sendiri dilakukan tanpa kehadiran Eddy Santoso. Herman Kadir, kuasa hukum Eddy membacakan surat pernyataan itu didampingi kuasa hukumnya, Zul Amali Pasaribu. Pihak Herman Kadir, selain itu juga meminta agar Wiranto memaafkan dan mencabut gugatannya atas dirinya dan kliennya atas kasus pencemaran nama baik.



Di surat itu, Eddy menegaskan bahwa ia tidak pernah memberikan pernyataan yang menyebutkan Wiranto menerima dana hasil pembobolan bank BNI. Ia membantah pula keterangannya terdahulu bahwa salah satu capres dari Partai Golkar itu pernah menjanjikan jabatan pada bank yang sama. Dengan klarifikasi itu, tersangka dan kuasa hukumnya meminta permasalahan antar mereka dengan Wiranto selesai.



Sebelumnya, Wiranto membantah dirinya terlibat langsung atau tidak langsung dengan para tersangka kasus pembobolan Bank BNI senilai Rp 1,7 triliun. Namun, tidak tertutup kemungkinan bahwa yang bersangkutan pernah bertemu dengan sebagian dari mereka dan tidak terkait sama sekali dengan kasus itu. (rik/yud/sam)



http://www.sinarharapan.co.id/berita/0312/12/sh03.html



0 komentar:

Posting Komentar