Polisi Akan Geledah BNI

Rabu, 24 Desember 2008

JAKARTA -- Tim penyidik Markas Besar Kepolisian RI akan menggeledah kantor pusat PT Bank Negara Indonesia Tbk. hari ini, terkait dengan penyidikan kasus letter of credit (L/C) fiktif BNI yang merugikan negara sebesar Rp 1,7 triliun.

"Direksi sudah datang ke Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri akhir pekan lalu. Mereka diminta membawa berbagai dokumen terkait dengan L/C itu, tapi mereka tidak membawanya. Ya, sudah, berarti besok (hari ini) akan digeledah. Itu lanjutan penyidikan yang kemarin," ujar juru bicara Kepolisian RI, Brigadir Jenderal Anton Bachrul Alam, kepada Tempo.

Sumber di kepolisian menjelaskan, penyidik akan mencari bukti-bukti baru berupa dokumen yang terkait dengan syarat teknis penerbitan L/C. Baik yang berupa hard copy maupun soft copy. Semua dokumen dan bukti tersebut akan diminta dari kantor pusat BNI serta kantor cabang BNI Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. "Siapa pun yang terlibat akan dimintai pertanggungjawaban," Anton menegaskan.

Seorang perwira di Mabes Polri yang tidak mau disebut namanya menduga semua mekanisme penerbitan L/C dilakukan secara online. Menurut dia, tim penyidik sudah mempersiapkan konsultan teknologi informatika untuk mencegah kemungkinan hambatan dari pihak internal BNI.

Direktur Utama BNI Sigit Pramono mengaku, dokumen dan keterangan dari pihak BNI yang berkaitan dengan kasus terbitnya L/C fiktif telah disampaikan kepada pihak kepolisian. "Sudah puluhan orang BNI diperiksa, sudah ratusan kali pemeriksaan dilakukan, sudah ribuan jam kerja kami diperiksa," tulis Sigit dalam pesan pendeknya kepada Tempo.

"BNI-lah yang melaporkan kasus ini ke pihak aparat. Jadi saya heran mengapa ada pihak yang meragukan komitmen kami untuk menangani kasus L/C ini," kata Sigit. Menurut dia, kalau memang ada pemeriksaan oleh tim penyidik baru, seharusnya mereka meminta data dari tim penyidik lama. "Prioritas sekarang adalah mengeksekusi putusan pengadilan sehingga recovery aset segera diperoleh. Setelah itu, kejar aset pelaku kejahatan di luar negeri," ujar Sigit.

Terkait dengan upaya penelusuran ini, penasihat hukum BNI, Pradjoto, menyarankan agar pihak manajemen bersikap kooperatif terhadap polisi. "BNI harus terbuka, agar terlihat siapa saja yang terlibat dalam rangkaian yang membobolkan BNI," kata Pradjoto kepada Tempo. Dia mengaku belum mendengar rencana kepolisian mencari bukti ke kantor pusat BNI. Pradjoto meminta polisi mengusut tuntas kasus ini tanpa pilih kasih.

Sumber Tempo di kepolisian mengatakan, selama ini, polisi baru menyidik aliran dana yang diduga dibobol dari BNI pada 2003. Upaya pencarian bukti baru, menurut sumber tadi, membuat polisi akan masuk ke wilayah mekanisme penerbitan L/C. "Yang ujung-ujungnya diketahui L/C itu fiktif," kata perwira polisi ini.

Beberapa perwira kepolisian yang diduga menerima dana dari pembobol BNI saat ini ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mabes Polri. Mereka adalah Komisaris Jenderal Suyitno Landung, Brigadir Jenderal Samuel Ismoko, dan Komisaris Besar Irman Santoso.

Dua pejabat BNI, Direktur Kepatuhan Mohamad Arsjad dan stafnya, Tri Kuntoro, ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Keduanya diduga lalai melaporkan kasus pembobolan BNI ke Bank Indonesia. Tersangka lain dalam kasus ini adalah Ishak (Direktur PT Citra Muda Raksa), Yoke Yola Sigar (Direktur PT Aditya Pratama Finance), dan Jeffri Baso. Mereka semua diduga menerima uang dari terpidana pembobol BNI, Adrian Herling Waworuntu. ERWIN DARIYANTO

Sumber: Koran Tempo - Senin, 20 Februari 2006
http://transparansi.or.id/?pilih=lihatberita&id=536




0 komentar:

Posting Komentar